Tulisan dokter identik dengan tulisan cakar ayam, alias jelek banget. Benarkah demikian ?
Dikutip dari jabar.tribunnews.com resep adalah berisi petunjuk/perintah dokter yang lengkap dan harus akurat mengenai beberapa hal dan tidak boleh hanya apoteker tertentu yang mengerti membacanya. Perawat, keluarga pasien dan si pasien sendiri harus mengerti obat apa yang akan dibelinya.
Misalnya di contoh obat injeksi yang saya tulis di atas, disitu ada:
- Nama obat: san*****.
- Bentuk obatnya: vial, berarti botol injeksi.
- Jumlahnya: no.I
- Dosisnya 3 x 8 unit (harus ditulis lengkap 'unit' jangan disingkat 'u' saja, karena bisa dibaca '0' dan pasien diinjeksi 80 unit dan bisa fatal).
- Cara suntiknya s.c (subcutan) dibawah kulit, sebelum otot.
Nah, untuk obat makan pun harus bisa dibaca bahkan oleh pasien dan keluarga, antara lain:
- Nama obat, pasien biasanya langsung tahu kalau ada alergi antibiotik tertentu dan memberitahukan si dokter untuk diganti yang lain.
- Bentuknya, bisa kapsul, tablet, puyer, kaplet dan pasien yang tidak bisa menelan biasanya dibuatkan puyer atau sirup.
- Jumlahnya 15.
- Aturan pakainya 3x1.
- Resep ditutup kalau ada ruang kosong di bawahnya, mencegah ditambah-tambahi dengan obat-obatan lain yang bisa disalahgunakan
Bukannya tanpa alasan para dokter mempunyai tulisan tangan mirip sandi rumput seperti itu. Tulisan dokter memang dikondisikan susah dibaca sebab berkaitan dengan resep pemulihan dari sang pasien yang sangat dirahasiakan formula pembuatannya. Tulisan dokter memang menjadi semacam sandi yang ditujukan bagi para Apoteker. Maksudnya sudah jelas, untuk menghindarkan agar resep dokter tersebut tidak disalah gunakan untuk hal-hal yang buruk dan berbahaya.
Orang awam sering mengira bahwa resep obat dari dokter dapat digunakan berkali-kali untuk mengobati penyakit yang sejenis. Padahal tidak seperti itu. Meski penyakitnya sama, dokter akan memberikan resep yang berbeda, tergantung usia pasien, jenis kelamin, kondisi kesehatan, riwayat alergi dan sebagainya. (sumber)
0 Comments: